Mendengar nama Ratna Indraswari Ibrahim, tentu warga kota Malang akan mengenang kegigihan dan keterampilannya dalam dunia literasi. Ratna, begitu dulu sapaannya, adalah penulis kebanggan arek kota Malang. Penghargaan patut disematkan kepada Ratna atas jerih payahnya semasa hidup kepada dunia literasi dan kekomunitasan.
Penulis gigih kelahiran kota Malang 24 April 1949 adalah penyandang difabel yang gigih. Sastrawan ini aktif melahirkan karya sastra secara produktif semenjak usia sepuluh tahun hingga kahir hayatnya. Radang tulang yang diidapnya semenjak usia sepuluh tahun menyebabkan Ratna hanya beraktifitas di atas kursi roda. Keterbatasan fisiknya, Ratna lawan dengan karya-karyanya, terutama pada cerpen dan topik lingkungan hidup.
Perepuan yang pernah mengenyam pendidikan pada jurusan Ilmu Administrasi di Universitas Brawijaya ini khas dalam menyampaikan pemikirannya sebagai seorang wanita. Dari semangatnya itu, Ratna berhasil menetaskan karya sastra. Diantaranya yang populer seperti Lemah Tanjung, Pecinan di Kota Malang, dan Lipstik di Tas Doni.
Lemah Tanjung populer di kalangan warga kota Malang itu diadaptasi dari kisah nyata. Kisah di dalamnya mengenai lingkungan hidup pada kota Malang. Dengan latar tempat Hutan Lemah Tanjung yang sebelumnya lahan bekas salah satu perguruan tinggi akademi pertanian tersebut, Ratna menyampaikan kritiknya melalui karya sastra. Sebab, hutan kota tersebut hendak dialih-fungsikan sebagai kawasan perumahan mewah. Tidak hanya menulis, dalam hal ini Ratna menjadi aktivis yang memperjuangkan dipertahankannya hutan kota tersebut. Melalui Lemah Tanjung, Ratna semakin melambung dikenal baik nasional dan internasional.
Perjuangan Ratna dalam membangun dan meningkatkan minat baca warga kota Malang memang patut dijadikan contoh teladan. Semasa hidup dan aktif dalam komunitas warga, Ratna rajin mengoleksi dan mengelola bahan pustaka berbagai judul. Hasilnya, kini ribuan koleksi bahan pustakanya dapat dimanfaatkan sebagai referensi warga kota Malang dan semua khalayak pada umumnya.
Memang, semasa hidupnya, Ratna menginginkan koleksi-koleksi bahan pustakanya dapat dimanfaatkan oleh khalayak. Dari ribuan jumlah koleksinya, sepeninggal Ratna pada 28 Maret 2011, keluarga menginisiasi pembuatan perpustakaan umum. Perpustakaan ini diharapkan menjadi suatu media yang dapat menghidupkan spirit dan semangat Ratna dalam memperjuangkan literasi.
Sejuk suasana rumah yang terletak di jantung kota Malang itu. Rumah yang dalamnya didesain luwes dan intim memang diupayakan untuk menjadi tempat interaksi yang nyaman antar pengunjungnya. Terdapat rak-rak buku dan rilis yang rapi berjajar paralel. Rak-rak tersebut memuat banyak bahan pustaka yang dikoleksi oleh Ratna semasa hidupnya. Rumah itu adalah perpustakaan dimana nama lengkap Ratna tersemat. Perpustakaan Ratna Indraswari Ibrahim tersebut terletak di jalan Diponegoro nomor 3, Kota Malang.
Perpustakaan umum ini dikelola oleh sahabat Ratna bernama Slamet Yudianto. Atas izin dan dukungan dari keluarga Ratna, Benny Ibrahim dan Syaiful Bahri Ibrahim, perpustakaan tersebut dirilis untuk umum setahun sepeninggal Ratna, yaitu pada 31 Mei 2012. Perpustakaan tersebut digunakan juga sebagai penerus perjuangan Ratna dalam membuat Forum Kajian Ilmiah Pelangi yang populer di kalangan masyarakat kota Malang. Sebagai sebuah rumah pertemuan dan diskusi, pada akhir pekan pengelola perpustakaan menginisiasi sejumlah kegiatan seperti bedah buku, keterampilan kerja, dan menggambar untuk anak-anak. Pada akhirnya, perpustakaan ini melampaui batas trah-nya yang hanya sebagai tempat membaca dan meminjam buku. Salut untuk mendiang Ratna dan tim pengelola perpustakaan saat ini!