Sudah berbulan-bulan I Gede Ari Astina atau yang akrab disapa Jerinx mendekam di hotel prodeo. Kasusnya yang dianggap melecehkan Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Bali membuatnya harus menerima pil pahit Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jerinx terjerat salah satu pasal yang dianggap ‘karet’ di dalam Undang-undang tersebut. Mulai dari Agustus 2020 hingga saat ini Jerinx masih mendekam di balik jeruji besi. Bahkan sidangnya masih alot meskipun sudah menjurus kepada putusan. Namun, pemberitaan ramai perbincangan kali ini bukan mengenai perkara hukum yang sedang merundung Jerinx. Tetapi pemberitaan click-bait mengenai kehidupan pribadi istrinya selama ditinggalkan Jerinx di penjara.
Nora Alexandra, perempuan berparas rupawan itu merupakan istri dari I Gede Ari Astina alias Jerinx. Mantan istri Allif Alli ini dinikahi oleh Jerinx pada 5 Oktober 2019. Belum genap satu tahun usia pernikahannya, Jerinx dan Nora diuji dengan cobaan. Jerinx dilaporkan secara resmi kepada Polisi Daerah Bali dengan tuduhan pencemaran nama baik Ikatan Dokter Indonesia provinsi Bali. Hal tersebut bermula dari cuitan penabuh drum Superman Is Dead tersebut yang menganggap pandemi COVID-19 dan segala upaya pemulihannya merupakan sebuah konspirasi. Serta dijadikan ladang bisnis kesehatan bagi pihak-pihak yang memanfaatkan momen pandemi COVID-19 untuk meraup keuntungan.
Alhasil Jerinx menjadi ‘pesakitan’ di dalam rumah tahanan setelah dilaporkan dan dipanggil. Nora Alexandra menjadi salah satu sosok yang hadir di balik setiap sidang perkara Jerinx. Sosok setegar Nora dengan paras anggunnya ini yang menghiasi media massa dalam pemberitaannya. Kekuatan ini menjadikan populer konten-konten yang berkaitan dengan pemberitaan sidang Jerinx, sahabat-sahabat yang mendukung Jerinx, hingga tak ketinggalan sosok Nora Alexandra. Masyarakat menciptakan berbagai macam reaksi. Dari geram karena tindakan Jerinx merupakan sebuah kritikan bagus untuk pemerintah. Hingga kegeraman kepada Ikatan Dokter Indonesia provinsi Bali selaku pelapor.
Di tengah state of anomaly dalam kejenuhan pemberitaan, muncul imajinasi pembaca berita tentang bagaimana kehidupan pernikahan pengantin muda yang baru belum genap setahun menikah. Hingga imajinasi liar bagaimana kehidupan pribadi pernikahan Nora setelah lama ditinggal Jerinx di penjara. Wow. Imajinasi yang sepertinya tidak perlu ditayangkan jadi berita. Atau jangan-jangan itu imajinasi penulis berita itu sendiri sebagai alter-ego yang seolah-olah memikirkan urusan kehidupan ranjang Nora?
Berita yang ditulis Detik.com memantik netizen dan pembaca berita menjadi geram. Bagaimana tidak? Imajinasi kehidupan sakral di ranjang pernikahan diangkat menjadi headline. Coba saya kutip unggahan aslinya kesini.
Entah apa yang menjadi landasan berpikir dalam menulis konten tersebut. Terlihat semacam konteks pertanyaan yang dilontarkan oleh netter akan state of anomaly yang memerlukan oase ditengah hal tersebut. Paras yang rupawan dari Nora Alexandra mampu membawa netter melihat sisi lain kehidupan model yang satu ini. Imajinasi yang lahir dari visualisasi objek sebenarnya dapat menimbulkan efek seni dari persepsi netter. Sayangnya, ‘nilai seni’ dari visualisasi paras rupawan Nora menimbulkan efek persepsi yang merambah hingga pengandaian kehidupan liar di ranjang.
Sayangnya, di era media sosial yang terbuka lebar ini, para pencari informasi dapat dengan mudah mengkonsumsi berbagai macam konten informasi. Hal itu mempengaruhi imajinasi dan afeksi diri netter dalam mengembangkan bayangan akan Nora. Termasuk memunculkan pertanyaan seksis mengenai bagaimana kehidupan biologis (Saya sebut biologis disini karena menghaluskan makna) Nora selama ditinggal suami di balik jeruji besi. Imajinasi sah saja hingga memunculkan bayangan itu. Imajinasi dan daya pikir berkaitan erat dengan kehidupan alam pikiran. Hal tersebut menjadi tabu ketika diutarakan dalam ranah publik. Terutama disajikan oleh media massa untuk konsumsi publik.
Terlepas dari kode etik dan pedoman perilaku jurnalis, etika masyarakat dalam memandang insan manusia adalah setinggi-tingginya martabat. Pemberitaan ini menjadikan Nora termisogyny. Pemberitaan seksis akan menghadirkan seksisme dan imajinasi lebih liar lagi terhadap Nora Alexandra. Apabila melibatkan kode etik jurnalistik, tentu pemberitaan ini layak take down. Menimbulkan keresahan dari akibat melakukan tindakan misogyny. Kalau memang benar memang itu pertanyaan dari netizen, lantas kenapa sebercanda itu dalam menulis berita?