Udara sejuk siang hari menyelimuti pusat wilayah Kabupaten Jember. Di sebelah utara, tidak jauh dari stasiun kereta api Jember, rimbunlah pepohonan yang mengelilingi sebuah rumah dengan teras dan laman yang lumayan luas untuk ukuran wilayah pusat daerah. Di pelataran tersebut telah menyambut dengan sumringah sepasang suami-istri yang seakan menunggu anaknya pulang. Ya, mereka berdua adalah pasangan Iman Suligi dan Gigih Rachwartini, penggagas Kampoeng Batja. Pasangan ini memiliki aset yang vital bagi generasi penerus. Terlebih lagi aset yang dihimpun berlabuh di jantung kota Kabupaten Jember. Investasi yang berlokasi pada jalan Nusa Indah, Jember tersebut memikat banyak investor untuk mengalih-fungsikannya. Namun, berkat kedua pasangan tersebut, rumah dan laman yang ditumbuhi pepohonan rindang tersebut tetap berdiri kokoh menjadi kawasan literasi.
Perjuangan Suligi dan Gigih bukan sebuah usaha yang temporer dalam melestarikan Kampoeng Batja. Diawali dari yayasan yang didirikan bernama Yayasan Indonesia Membaca (YIM). Gagasan yang dimunculkan pun sudah terbentuk mulai sejak 1983. Awal mulanya, Suligi gemar menjajakan koleksi komik Tin-tin putranya untuk dipinjam. Kala itu hanya sebatas berlokasi di teras rumahnya. Semakin hari, semakin banyak pengunjung yang menikmati bacaan-bacaan yang disajikan oleh Suligi, termasuk bacaan komik Tin-tin itu sendiri. Inisiatif Suligi kemudian memuculkan nama Taman Baca Tin-Tin, taman baca yang menyewakan komik dan buku cerita.
Sempat berganti nama tiga kali, konsep taman baca kuat dipertahankan oleh Iman Suligi dan istri. Adapun pergantian nama-nama tersebut setelah Taman Baca Tin-Tin adalah Yayasan Indonesia Membaca, Perpustakaan Keliling Jome Comic, dan termutakhir adalah Kampoeng Batja. Penyematan nama Kampoeng Batja ini baru dirintis pada 7 Maret 2009.
Seperti nama istrinya, Suligi konsisten dan gigih dalam membina literasi melalui proyeksi yang telah dibangunnya jauh hari. Meskipun di Kabupaten Jember memiliki banyak kampus dan lembaga pendidikan, hal yang diironikan oleh Suligi adalah minimnya dukungan tenaga dari mahasiswa atau pelajar lokal. Namun, Suligi tetap bersyukur masih banyak dukungan kaum terpelajar dari luar wilayah, bahkan beberapa dari warga negara asing yang turut mendukung.
Meskipun begitu, di usianya yang tidak muda lagi, Suligi dan istri tetap menjadi pijar bagi Kampoeng Batja. Kini, pasangan yang lahir dan besar di Kabupaten Jember ini menuai hasil jerih payahnya untuk membesarkan budaya literasi di sana. Dukungan banyak mengalir setelah resmi menyandang nama Kampoeng Batja. Kini, kesejukkan taman baca ini sudah dapat diakses oleh berbagai macam usia pengunjung. Hal tersebut dikarenakan koleksi-koleksinya telah berkembang dan menyesuaikan usia para pengunjungnya. Salut dengan konsistensi Iman Suligi dan Gigih Rachwartini!
Terimakasih untuk review tentang Kampoeng Batja. Salam hangat.